Kisah Sepasang Tuna Netra

Setiap menuju kantor tempatku bekerja aku selalu melewati sebuah pos ronda. Disitulah kudapati sepasang suami istri yang tuna netra dengan kedua anaknya yang terlihat bahagia menjalani hidupnya. Tuhan memang maha adil, sepasang suami istri tuna netra itu dipertemukan dalam satu ikatan. Mereka dikaruniai dua orang anak, perempuan dan laki-laki yang sehat tanpa cacat. Namun kebahagiaan itu selalu terpancar di raut wajah mereka. Aku tahu mereka hidup sederhana, tapi sedikitpun tak pernah mengeluh. bahkan anak-anak mereka, yang seolah mengetahui kekurangan orang tuanya, selalu menemani kemana mereka pergi. Mereka selalu bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan. Bagi pasangan ini, anak-anak yang sehat dan normal, merupakan sebuah anugerah yang tak terkira. Andai saja di dunia ini banyak manusia yang bisa menerima kenyataan apa adanya seraya berucap syukur, aku yakin tidak ada orang yang berbuat kasar atau sombong. Sayang, sampai detik ini pun manusia itu masih sering membeda-bedakan. Walau sebenarnya Tuhan memang menciptakan perbedaan itu, tapi dimata-Nya manusia itu tetap sama.



Tuhan memang Maha Kuasa. Yang berkuasa atas segala kehidupan di dunia ini, termasuk manusia. Sementara manusia hanyalah pelaku, yang tak bisa mengelak atas Kuasa-Nya. Rasanya aku takjub ketika melihat pemandangan yang memilukan, sekaligus membuatku seolah tak percaya atas kuasa-Nya. Bayangkan, sepasang suami istri tuna netra dengan dua orang anaknya yang sehat tanpa cacat sedikitpun, tengah asyik bercengkerama di sebuah pos ronda. Pertama yang kupikirkan adalah cinta. Ya, cinta itu ternyata milik semua orang, tak pandang keadaan atau status. Alangkah bijaknya sang penguasa alam semesta ini, yang menciptakan makhluknya untuk hidup berpasang-pasangan, dan memilihkan pasangan yang serasi. Sungguh luar biasa. Seorang pria tuna netra dipertemukan dengan seorang wanita tuna netra pula. Mereka disatukan dalam sebuah ikatan suami istri. Dari buah cinta mereka, lahirlah anak-anak yang sehat dan sayang orang tua. Menakjubkan!!! Otak manusia yang brilliant pun tidak bisa menjangkaunya.

Bahkan rasa iri sempat menghampiriku manakala melihat kebahagiaan mereka. Sebuah keluarga yang amat sederhana, yang mempunyai keterbatasan, tersenyum ceria sepanjang hari menyambut pernak pernik kehidupan. Sedikitpun tak ada rasa sedih, kecewa atau putus asa dengan kekurangan mereka. Mereka tertawa lepas, bersuka cita dan menerima apa adanya kehidupan ini. Bahkan suatu hari pernah kutemui mereka dalam sebuah angkot, dengan senyuman yang mengembang anak-anak rela duduk berdempetan demi mencarikan tempat duduk orang tuanya. Setelah turun dari angkot, masing-masing anak itu menggandeng tangan orang tuanya, yang laki menggandeng tangan ibunya dan yang perempuan menggandeng tangan bapaknya, menuju ketempat penyeberangan. Sementara aku, atau bahkan orang-orang lain yang dikaruniai kesempurnaan, masih saja mengeluh. Sudah punya gaji tetap, masih mengeluh kurang. Sudah punya TV, mesin cuci, lemari es, masih kurang dan ingin nambah. Sudah punya sepeda motor ingin beli mobil. Semuanya mengeluh merasa kurang.

Bayangkan kehidupan keluarga tuna netra yang biasa-biasa saja. Uang yang mereka dapatkan untuk memenuhi kehidupannya dari belas kasihan orang-orang karena jasanya sebagai tukang pijat. Sementara rumah yang ditempati juga dari bantuan seorang ustadz yang merasa iba padanya. Bahkan kedua anaknya, bisa mengeyam bangku sekolah berkat bantuan seorang tetangganya yang kebetulan seorang pengusaha.

Syukur... itulah kesimpulanku. Ketika hidup di dunia, satu hal yang menjadi modal kebahagiaan adalah mengucap syukur atas apa yang telah kita dapat. Dengan mensyukuri nikmat, niscaya Tuhan akan menambah nikmat itu menjadi berlimpah. Kisah sepasang tuna netra ini menggambarkan rasa syukur itu. Mereka selalu mensyukuri kehidupannya. Itulah sebabnya Tuhan tak segan-segannya menambah nikmatnya, dengan diberikan anak-anak yang sehat, pekerjaan yang menghasilkan, rumah yang bisa ditempati, pendidikan anak-anak yang gratis. Ya semuanya serba gratis dan mudah. Andai saja semua manusia bisa bersikap seperti sepasang suami istri tuna netra itu pasti tidak akan merasa kekurangan.****

0 comments: